Akses Pendidikan Tidak Merata, Salah Siapa?
Oleh : Ranti Hartati | Aktivis Muslimah
KRINKZ.CO -- Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah atau MPLS merupakan masa yang ditunggu-tunggu bagi para murid maupun pihak sekolah diberbagai jenjang termasuk sekolah dasar. Hari pertama MPLS biasanya selalu ramai, apalagi untuk sekolah dasar yang mana menjadi awal yang baru bagi anak-anak. Namun hal tersebut tidak nampak di SDN Cikapundung 1, Desa Cipanjalu, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. Sejak hari pertama MPLS, sekolah terlihat biasa saja tanpa ada keramaian berarti seperti di sekolah-sekolah lain.
SDN Cikapundung 1 memang berada di tengah perbukitan, pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2024, sekolah ini hanya diminati oleh 15 siswa. Sehingga MPLS yang digelar pun tidak terlalu hingar-bingar seperti sekolah lain. Namun penyambutan yang dilakukan diusahakan secara maksimal, kendati hanya ceremonial biasanya. Orang tua siswa pun tidak banyak yang datang mengingat sebagian besar disibukan dengan pekerjaan sehari-hari sebagai petani.
SDN Cikapundung 1 berlokasi di perbukitan yang membuat sekolah ini kerap tidak banyak diminati oleh para orang tua untuk menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut. Dalam enam tahun terakhir, hanya dua tahun lalu dan tahun ini bisa disebut menerima murid paling banyak. Belum lagi masalah infrastruktur sekolah pendukung lainnya seperti jalan yang masih jauh dari kata bagus dan layak untuk anak-anak lewati menuju sekolah. Belum lagi mengenai fasilitas sekolah yang lainnya seperti Sekolah memang telah berupaya melakukan pengadaan buku, namun dengan sedikitnya siswa menjadikan biaya operasional yang diterima pun tidaklah besar.
Sungguh miris melihat fakta diatas yang sangat jelas menunjukan bahwa akses pendidikan yang baik dinegeri ini masih belum merata. Negara seharusnya memberikan perhatian lebih dalam lagi terhadap sekolah serta menyediakan sarana dan prasarana yang baik sehingga proses belajar mengajar akan menghasilkan anak anak yang berkualitas. Juga menyediakan akses menuju sekolah sebagai wujud tanggung jawab negara dalam menjalankan kewajibannya dan mengurus seluruh urusan rakyatnya salah satunya mengenai sekolah ini.
Tapi wajar saja semua ini terjadi karena sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, kondisi seperti ini dibiarkan begitu saja yang hasilnya sulitlah untuk menciptakan generasi yang cemerlang karena terhambat oleh fasilitas yang kurang, padahal rakyat berhak mendapatkan kemudahan mengakses pendidikan yang berkualitas.
Dalam sistem kapitalis pendidikan berbiaya tinggi yang tentulah akan memberatkan bagi rakyat, dan inilah yang memunculkan berbagai beasiswa untuk rakyatnya yang memenuhi persyaratan tertentu, padahal sekolah yang baik, berkualitas, fasilitas memadai, akses menuju sekolah yang nyaman adalah sepenuhnya hak rakyat dan bisa dinikmati oleh setiap rakyat dimanapun dan kapanpun secara merata.
Berbeda halnya dengan sistem pendidikan Islam. Dimana aspek pendidikan merupakan hal paling diperhatikan oleh negara sebab akan menjadi ujung tombak perbaikan generasi dimasa depan. Dalam Islam pemerataan pendidikan akan dilakukan pada setiap sekolah yang dimiliki. Pertama pemerataan dalam pembiayaan, negara berkewajiban untuk memenuhinya sehingga pendidikan akan gratis. Hal ini akan berlaku pada seluruh sekolah. Dan kedua, negara mengharuskan memenuhi fasilitas yang merata pada setiap sekolah. Sehingga tak akan ada sekolah yang lebih unggul dibanding yang lain, sebab semua sekolah akan berada dalam keadaan terbaik. Takkan ada pula kemunculan sekolah swasta berbiaya mahal yang memiliki fasilitas lebih unggul. Namun penerapan sistem pendidikan Islam seperti ini hanya bisa diwujudkan ketika seluruh sistem Islam diterapkan dalam naungan Khilafah Islamiyah.
